Minggu, 02 September 2012
A PIECE 0F FAITH
A Piece of Faith. Only This Piece I Have, My Lord.
Suatu kali murid-murid Yesus tergopoh-gopoh datang kepadaNya.
"Guru..guru..tolong kami."
"Kami perlu melakukan perkara-perkara yang besuuaaaaar.."
"Tolong kami untuk punya kuasa lebih besar.."
"Untuk itu perlu iman, kan? Kalau begitu beritahukan kepada kami, bagaimana caranya supaya dapat iman yang besoooaaaarr!"
"Kalau bisa langsung jadi, lho!"
Yesus cuma menjawab mereka, " Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu."
******
Kebanyakan dari kita memperoleh pengertian bahwa, maksud ucapan Yesus di atas adalah untuk mengingatkan kita betapa "ceteknya" iman kita. Begitu sangat cetek, sehingga kalau kita punya yang kecil sekali saja, kita sudah bisa membuat mukjizat melempar pohon atau gunung. Siapa dari antara pembaca yang sudah pernah melempar gunung ke laut? Ngga perlu ngacung, karena kebanyakan pasti belum. Jadi iman kita memang masih sangat dangkal.
Ngga salah juga. Memang betul kok
Cuma ketika sedang "chatting" lewat Internet dengan sobat saya yang pakai nickname: "Separuh Nafas" " dari namanya tercermin pergumulannya " tiba-tiba saya melihat ucapan Yesus itu dari sisi yang lain.
Murid-murid itu berseru lepada Yesus, "Tambahkan iman KAMI!"
Tambahkan sesuatu pada AKU.
Biar AKU tambah besar. Dan melakukan perkara yang besar.
Ini lho, -AKU " yang perlu tambah iman (dan kuasa)
Tapi Yesus dengan enteng menjawab, "Kamu cuma perlu biji sesawi kok untuk melempar pohon ara.." Pohon ara dalam budaya Yahudi saat itu melambangkan sesuatu yang besar, kekuatan, kokoh, kekuasaan, megah, anggun. Mungkin seperti budaya tradisional Jawa yang suka pakai pohon beringin, contohnya lambang sila ke-3 Pancasila. Sedangkan sesawi? Duh, itu kan sayuran biasa. Yang ada di pasar dan dimakan oleh orang-orang kampung. Dan bijinya adalah biji yang paling kecil dari jenis-jenis sayuran yang lain.
Sekonyong-konyong seolah terlintas humor metafora Yesus dan keajaiban paradoks-Nya.
Kita selalu berpikir bagaimana kita tambah kuat dan besar. Dan berusaha mencari cara mengukur iman. Logika kita, kalau kita hendak mengangkat sesuatu yang berat, maka kita perlu tambahan energi yang lebih besar daripada sesuatu yang berat itu. Kalau kita ingin melakukan mukjizat-mukjizat yang menggoncangkan dunia, maka kita perlu iman yang lebih besar lagi.
Tapi justru seolah-olah Tuhan Yesus mengabaikan pertanyaan murid-muridnya soal ukuran iman. Dia menyodorkan supaya kita menjadi biji sesawi saja, gantinya menjadi pohon ara. Bukan soal KITA-nya yang jadi besar, tapi justru kalau kita merasa lemah dan bergantung pada Tuhan, di situlah sumber kekuatan sejati. Justru kalau kita sadar, bahwa apa yang ada pada kita cuma biji sesawi, di situlah letak kekuatan kita. Bukan soal KITA yang jadi besar, tapi Tuhan yang jadi besar. Iman jadinya bukan ukuran kekuatan kita, tapi jadi ukuran penyerahan kita. Gantinya pohon ara yang megah, adalah biji sesawi yang sederhana. Gantinya keperkasaan, adalah kerendahan hati. Less of me, more of Him.
Paulus berseru-seru agar duri dalam daging-nya dicabut seperti yang dia tulis dalam surat keduanya kepada jemaat Korintus. Tapi Yesus menjawab, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" . Surat untuk Korintus yang kedua dipenuhi dengan kesesakan dan penderitaan Paulus dalam perjuanganNya. Dan Paulus akhirnya bisa berkata, "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku".
Iman yang besar.
Seperti apa?
Pada saat kita merasa kuat?
Atau pada saat kita merasa lemah?
Pada saat kita merasa diri kita seperkasa pohon ara, sehingga kita tidak perlu mengemis pada Tuhan?
Atau pada saat kita merasa diri kita seperti biji sesawi, sehingga kita berseru pada Tuhan? Dan berkata, "Tuhan ini kelemahanku..biar kuasa Kristus saja yang menolongku atas dasar kasih karunia semata."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar